Ada banyak alasan mengapa seseorang memilih menggunakan teknik bercerita dibanding teknik lainnya seperti drama, diskusi, atau menggunakan peralatan audio visual. Beberapa alasan yang sering dikemukakan adalah:
1. Lebih Praktis dan Fleksibel
Praktis karena dapat dilakukan seorang diri tanpa koordinasi dengan orang lain (seperti drama, misalnya) dan juga fleksibel karena cerita dapat disampaikan hampir di segala tempat maupun situasi, baik di dalam atau di luar kelas, kepada orang dalam jumlah banyak atau sedikit.
2. Lebih Murah (Tanpa atau dengan Alat Peraga)
Bercerita merupakan alat pengajaran yang sangat murah, karena dapat digunakan dengan atau tanpa alat peraga. Guru Sekolah Minggu dapat bebas memilih dan mengembangkan sendiri alat peraga yang bervariasi, baik membawa gambar, peraga, boneka sebagai partner, membuat sketsa selama bercerita, menciptakan gerak-gerik tertentu dan melibatkan anak dalam cerita, dan variasi-variasi yang lain.
3. Pada Umumnya Anak Lebih Menyukai Cerita
Untuk anak yang lebih kecil, bahkan cerita yang sudah dikenal pun akan tetap memiliki daya tarik bila guru dapat mengemasnya dengan variasi cerita yang menarik, yang disertai adegan-adegan pengulangan pada bagian tertentu. Sedangkan bagi anak yang lebih besar, keahlian guru membangkitkan rasa ingin tahu anak terhadap kelanjutan cerita akan memikat perhatian mereka selama proses bercerita disampaikan.
Sayangnya, Teknik Bercerita seringkali dianggap sebagai teknik yang pal ing "mudah", sehingga sebagian guru merasa tidak perlu melakukan persiapan karena mereka tinggal "menceritakan ulang" isi bahan persiapan mengajar yang telah dibaca atau didapatnya dari kelompok persiapan guru. Padahal, dalam menyampaikan cerita, seseorang harus benar-benar memiliki persiapan yang cukup matang untuk mengemas ulang bahan pengajarannya. Hal ini penting untuk dilakukan supaya pada saat cerita disampaikan, tujuan yang ingin dicapai benar-benar sampai pada sasaran.
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam menggunakan Teknik Bercerita antara lain:
1. Pendengar Harus Terlibat
Seorang guru Sekolah Minggu biasanya menyampaikan cerita lengkap dengan berbagai intisari pengajarannya tanpa melibatkan anak-anak yang diajarnya. Padahal, keterlibatan anak secara aktif akan semakin mendorong pemahaman anak akan arti cerita. Dalam beberapa kesempatan pelayanannya, Tuhan Yesus tidak hanya menyampaikan cerita, kotbah atau perumpamaan saja, namun juga membuat para pendengar-Nya memberikan respons/tanggapan. Dan dari berbagai tanggapan tersebut, Tuhan Yesus mengemasnya sedemikian rupa untuk melanjutkan apa yang ingin disampaikan-Nya pada orang banyak. (
2. Cerita Dapat Dimengerti dan Memiliki Makna Bagi Pendengarnya
Dalam menyampaikan cerita, guru juga harus jeli melihat kebutuhan rohani anak yang dilayaninya, keadaan dan situasi dimana anak tersebut tinggal, serta pengetahuan anak tentang dunianya. Cerita di Alkitab mengenai "perumpamaan bendahara yang tidak jujur", misalnya, akan kurang mengena bila disampaikan pada anak balita, tapi kisah "Tuhan Yesus memberkati anak-anak" akan jauh lebih mengena dan kontekstual bagi kehidupan mereka. Tuhan Yesus sendiri dalam menyampaikan perumpamaan, misalnya, menggunakan tempat dan situasi yang sudah akrab dengan para pendengarnya, seperti: seorang penabur dengan tanah garapannya, seorang ayah dan anaknya, seorang tuan dan hamba, para pekerja di kebun anggur, dan sebagainya.
3. Guru Benar-Benar Memahami Cerita yang akan Disampaikan
Seorang pembawa cerita yang baik dapat membawa anak-anak serasa masuk ke dalam tempat dan suasana cerita yang sesungguhnya dan dapat membuat karakter dalam cerita menjadi lebih hidup. Hal ini bisa terjadi apabila guru benar-benar memahami cerita yang akan disampaikan. Hal-hal yang perlu dipahami dengan benar antara lain:
- Tempat Kejadian
Dalam menggambarkan tempat kejadian, gunakanlah alat peraga dan kalimat yang jelas untuk memudahkan anak-anak menggambarkan dan memahami tempat terjadinya peristiwa tersebut. - Kejadian/Peristiwa
Dalam bercerita pada anak-anak kecil, sebaiknya anda menyampaikan alur kejadian secara urut, dari awal, pertengahan hingga akhir. Cerita yang menggunakan alur flashback tidak akan banyak membantu anak-anak dalam memahami dan mengerti cerita yang disampaikan. Jika suatu cerita merupakan kelanjutan dari cerita sebelumnya, maka, sebelum bercerita, berilah pertanyaan pada anak-anak untuk mengingatkan cerita sebelumnya. Usahakan anda menceritakan terjadinya peristiwa secara kronologis. - Karakter
Dalam bercerita, jelaskan karakternya, tokoh atau pelaku yang terdapat dalam cerita tersebut, siapa namanya, bagaimana kepribadiaannya, bagaimana bentuk wajahnya, penakut, pemalu atau pemberani. Bagaimana bentuk badannya, tinggi, kurus, pendek, gemuk. Apa status sosialnya, raja, penduduk, pendatang, pedagang atau pemungut cukai. Apa motivasi yang dimiliki tokoh tersebut. Apa keistimewaannya. Dan kembangkanlah karakternya dengan jelas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Thanks for the comment!